Rabu, 28 Mei 2008

Di Rumah Mbah Buyut










T
anggal 20 Mei kemarin kami sekeluarga sempat jalan-jalan ke rumah Mbah Buyut di Banjaran-Lamongan. Mbah Yut, aku memanggilnya, adalah nenek dari Bunda ku. Usianya sudah sepuh, tapi dia masih cukup sehat dan tampak segar, walau rambut putih sudah memenuhi kepalanya.

Mbah Yut ku tinggal di sebuah desa kecil, di bibir sungai Brantas, namanya desa Banjaran, Lamongan bagian Barat. Kami sekeluarga biasanya rutin tiap tahun, tepatnya jelang lebaran, Idul Fitri, selalu mengunjungi beliau. Selanjutnya kami sekeluarga beramah-tamah sama anggota keluarga yang lain yang juga tinggal di sekitar sana.

Aku merasa senang setiap kali kami pergi ke sana, demikian juga Dede' ku. Suasana alamnya yang masih asri itu loh yang membuat kami betah. Bayangkan di sekitar rumah Mbah Yut masih banyak sawah. Di samping rumahnya saja masih ada tegalan yang ditanami kacang-kacangan dan umbi-umbian. Di belakang rumah ada kandang sapi, lengkap dengan dua ekor sapi di dalamnya. Belum lagi ayam-ayam yang berkeliaran, semakin kental suasana desa yang damai.

Alat transportasi modern masih belum begitu banyak melintas di sana, sehingga kondisi udaranya lebih nyaman terasa memapar badan. Bila pagi menjelang, suasana alam yang khas membangunkan kami. Dan bila malam tiba, suasana senyap yang sangat berbeda dengan rumah tinggalku, datang menyapa.

Ada lagi satu hal yang membuat aku sangat senang berada di sana. Tak jauh dari rumah Mbah Yut, terdapat sebuah genangan bekas air hujan, menyerupai danau kecil. Cukup luas juga, airnya pun jernih. Bawan, demikian orang sana menyebutnya, itu digunakan juga oleh orang-orang setempat untuk mandi dan cuci.

Daya tarik Bawan itu selalu memicu keinginanku untuk turun dan menceburkan diri di dalamnya. Mandi di situ menjadi agenda wajib bagiku setiap kali aku ke rumah Mbah Yut -ku. Wuihh..., segarnya, menggerak-gerakkan badan di dalam kolam buatan alam itu.


*Foto itu kala aku mandi bersama Mbah Rahman. Dia adalah Bapak dari Tante ku, Khoeroh.